Sejak digunakan pertama kali oleh Toyota, berapa banyak manufacture indonesia yang telah menerapkannya dalam Line proses telah menikmati hasilnya ? Jika perusahaan anda menjadi salah satu yang berhasil saya ucapkan selamat, bagi yang belum juga menikmatinya, teruslah bekerja keras untuk mewujudkannya.
Eit, tunggu dulu, apakah anda memiliki tools untuk mengukur performance
manufacturing proses, misal balance score card, KPI (Key performance
Report), MBO ( Management By objective ) dan sebagainya. Jika perusahaan
anda masih belum memiliki sistem pengukuran kinerja seperti yang saya
sebut diatas mungkin anda bisa bilang, lho departemen produksi saya
punya target koq, ware house dan marketing juga, qc juga ada koq. Atau
anda bisa bilang, kan ada Laporan Income Statement kia kan bisa intip
performance perusahaan dari sana ? Neraca juga bisa kan, saya bisa lihat
Likuiditas perusahaan, Rasio Hutang, ROI, ROA, dan banyak lagi, Jadi
buat apa perusahaan memiliki sistem pengukuran kinerja seperti itu,
terlalu rumit dan banyak kerjaan administratifnya.
Ok,ok … anda tidak perlu emosi, jika sudah memilikinya, ya sudah...saya
hanya ingin memastikan bahwa perusahaan anda memiliki tools sebagai
Performance Indicator.
Saya tidak akan berbicara panjang lebar mengenai si “indicator” ini,
kembali ke topik …Just In Time atau biasa disingkat JIT , mengapa
implementasi JIT belum bisa mendorong performance perusahaan, jika kita
masukkan angka-angka dari Departemen Akunting/Finance, kelihatan tuh …
lho koq profit perusahaan gak ada trend naik ???? Saya hanya bisa
katakan … Team anda mungkin tidak tepat menafsirkan dan menerapkan
sistem ini.
FILOSOFI DAN DEFINISI JUST IN TIME
Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya ada permintaan (
pull system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang
diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar jumlah yang diminta.
Prinsip dasar JIT adalah meningkatkan kemampuan perusahaan secara terus
menerus untuk merespon perubahan dengan meminimalisasi pemborosan. Ada 4
aspek pokok dalam konsep JIT, yaitu :
1. Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberi nilai tambah terhadap produk atau jasa.
2. Komitmen terhadap kualitas
3. Mendorong perbaikan berkesinambungan
4. Memberikan tekanan / focus pada penyederhanaan aktivitas dan
peningkatan visibilitas aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah.
MENGAPA DIPERLUKAN JUST IN TIME
Sebelumnya silahkan anda perhatikan gambar dibawah, yaitu contoh
aplikasi Troughtput Time, yaitu tools untuk membaca interval waktu (
dalam hari ) dari dimulainya proses produksi awal hingga akhir, dan
dideliver ke customer.
![]() |
Throughtput Time Tabel |
Mari kita sederhanakan pemahaman JIT dari Gambar diatas. Throughtput time terdiri dari :
1. Proses, yaitu waktu sebenarnya yang dibutuhkan untuk proses
pengerjaan produk, berdasarkan gambar diatas, waktu proses yang
diperlukan dari bagian A hingga C adalah 3 hari.
2. Inspeksi, yaitu waktu yang diperlukan untuk melakukan cek quality
pada setiap bagian proses, mulai kedatangan raw material hingga proses
akhir.Dalam contoh diatas, total waktu yang diperlukan untuk inspeksi
adalah 2 hari.
3. Moving Product, yaitu waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk
dari satu bagian ke bagian lain, Total waktu berdasarkan gambar diatas
adalah 0.45 hari
4. waktu tunggu, yaitu waktu dimana produk menunggu proses berikutnya, dalam gambar diatas Idle Time sebesar 0.2 hari
5. Waktu simpan, yaitu waktu untuk penyimpanan, bisa berupa penyimpanan
raw material di ware house, maupun waktu simpan sebelum dikirim ke
Customer. Total waktu simpan pada contoh diatas yaitu 8 hari.
Saya harap anda mulai merasakan jawaban, mengapa kita memerlukan Just In
Time. Kembali ke 5 elemen diatas, sebenarnya hanya elemen pertama (
proses ) yang sungguh-sungguh merupakan produksi aktual dari suatu
produk. Elemen inilah yang memiliki nilai tambah (value added ), sedang
keempat elemen yang lain tidak memiliki nilai tambah ( non value added
).
Filosofi Just In Time mengidentifikasi penyebab non value added time dan
meminimalkannya hingga ke level nol. Kembali ke Gambar diatas, Value
added time yaitu 3 hari, sedang Non Value Added yaitu 10.65 hari. Total
Throughout time 13.65 hari. Berdasarkan data ini, aktivitas yang
memberikan value added ternyata sebesar 22 %. Melihat data ini, saya
teringat dengan 80/20 Management ( Aturan Pareto ), kurang lebih
isinya,” Manajemen 80/20 didasarkan pada aturan pareto, bahwa 20% upaya
akan mencapai 80% hasil.” Menyimak aturan Pareto ini, ternyata dengan
memusatkan faktor 20%, bsia memberikan kontribusi yang besar pada
kinerja proses keseluruhan. Kembali ke filosofi Just In Time, Non Value
Added Activity merupakan waste time. Untuk itu ,” MINIMALKAN!”.
Tampak sederhana bukan, tapi percayalah jika tidak memiliki strategi
yang tepat dan komitmen perbaikan berkesinambungan sangat kurang, selama
20 tahun anda terapkan JIT, saya jamin perusahaan tidak akan
mendapatkan hasil yang optimal.
Untuk mendalaminya, mari kita lihat satu persatu.
MINIMALKAN WAKTU INSPEKSI
Tahapan inspeksi ada disetiap stasiun kerja. Proses ini merupakan
aktivitas wajib dalam manufacturing. Mulai dari Gudang Penerimaan
material, Prosesing, hingga Area Pengiriman. Pada dasarnya aktivitas
inspeksi bertujuan untuk memastikan material atau produk berada dalam
standar quality. Bisa melalui cek visual dan cek dengan alat bantu (
timbangan, alat uji tarik, mesin cek warna/CCM,Counter, dll ).
Dari sudut pandang internal perusahaan, minimalisir waktu inspeksi bisa diperoleh dengan :
1. Perbaikan Metode Inspeksi
2. Peningkatan kompetensi petugas inspeksi
3. Penggunaan Teknologi dalam aktivitas inspeksi
Mengapa saya sebut ketiga hal diatas merupakan aspek internal ? Karena
aktivitas-aktivitas ini menggunakan resources perusahaan itu sendiri.
Fokus pada ketiga hal ini akan memberikan dampak yang luar biasa. Untuk
point ke-3, yaitu penggunaan teknologi, perusahaan harus selalu update
teknologi terbaru yang ada di pasaran. Karena teknologi terbaru didapat
dari penyempurnaan alat sebelumnya. Misal, jika anda berpikir timbangan
digital adalah alat tercanggih, anda keliru, karena anda masih
memerlukan petugas untuk mencatatdidepan display timbangan. Tapi jika
timbangan anda sudah terkoneksi dengan database sistem warehouse,
sehingga data saat timbang langsung masuk dalam data base sistem IT,
baru yang seperti ini bisa dikatakan canggih.
Misal inspeksi saat diproses produksi. Ini hipotesa saya, jika
aktivitas inspeksi dilakukan secara manual, biasanya output inspeksi
berbanding terbalik dengan hasil produksi. Dengan istilah lain, jika
inspeksi dilakukan secara manual, maka semakin tinggi quality produk
yang diharapkan, semakin rendah output hasil produksinya. Tidak ada
jalan lain, manufacturing anda harus diupgrade teknologi inspeksinya.
“Sensor” terkadang menjadi solusinya. Untuk itu, rajinlah untuk update
teknologi sensor yang anda ketahui, misal dengan mengunjungi
pameran-pameran terknologi manufacture.
Sensor biasanya bekerja dengan prinsip input signal "1" dan "0", untuk beberapa case tentunya sudah tdiak memadai lagi, misal anda memproduksi resleting, bagaimana anda memastikan kepala resleting (slider) tidak tercampur dengan item lainnya ? Sensor kamera solusinya. Produk pertama/memenuhi standar di foto dan disimpan dalam database. Setiap ada produk yang memiliki perbedaan dimensi, logo, dll akan terdeteksi.
Sensor biasanya bekerja dengan prinsip input signal "1" dan "0", untuk beberapa case tentunya sudah tdiak memadai lagi, misal anda memproduksi resleting, bagaimana anda memastikan kepala resleting (slider) tidak tercampur dengan item lainnya ? Sensor kamera solusinya. Produk pertama/memenuhi standar di foto dan disimpan dalam database. Setiap ada produk yang memiliki perbedaan dimensi, logo, dll akan terdeteksi.
Aplikasi Sensor Camera |
Satu lagi contoh terkait dengan teknologi inspeksi yaitu metal detektor. Pada umumnya metal detektor menggunakan prinsip kerja keseimbangan gelombang elektromagnetik, jika ada benda ( Ferro/non Ferro ) yang melintas akan, mengganggu keseimbangannya, signal gangguan ini akan terbaca sebagai input signal detektornya, tapi penggunaan mesin jenis ini harus benar-benar dengan perlakuan khusus, karena rentan pada ketidak seimbangan tegangan listrik, alat-alat listrik disekitarnya yag juga menimbulkan gelombang elektromagnetik, tingkat kelembaban/humidity. Jika anda pernah alami hal ini, misal mesin mendeteksi logam padahal aktualnya belum dilewati object apapun, atau pembacaannya yang tidak akurat. Untuk di Industri Makanan ini hal yang Major. Coba dipertimbangakan dengan menggunakan mesin yang lebih tinggi teknologinya, yaitu mesin yg menggunakan prinsip kerja Sinar X (seperti yang digunakan dibandara ), yaitu mendeteksi partikel dengan menggunakan inputan secara visual.
![]() |
X ray metal Detector, Link : http://www.directindustry.com/prod/safeline-mettler-toledo/combined-solutions-x-ray-inspection-devices-and-checkweighers-15029-601957.html |
Apakah semua aktivitas internal ini cukup ? saya menjawabnya tidak,
faktor material harus diperhitungkan. Artinya perusahaan harus
memastikan semua pemasok / suplier bahan baku memberikan material yang
memenuhi standard. Beberapa test laboratorium biasanya diambil secara
sampling, pada prinsipnya masih ada faktor error. Saya tidak bicara
quantity, saya pernah bekerja di industri plastik, material pewarna /
pigmen yang prosentase quantitynya dibawah 10% total quantity, bisa
mempengaruhi hasil akhir produk. Perusahaan harus mengelola dengan baik
stakeholder yang bernama Suplier. Pemahaman yang sama terhadap standar
quality yang diharapkan mutlak dibutuhkan. Inilah yang dilakukan oleh
industri otomotif pada khusunya, dan manufacturing Jepang pada umumnya.
MINIMALKAN MOVING TIME
Ide pertama yang terlintas dikepala saya yaitu Lay out ! Apakah anda
punya ide yang sama? Temukan design Lay Out terbaik untuk manufacturing
anda. Hilangkan mindset, merubah lay out adalah solusi ekstrem. Malah
sebaliknya, merubah layout merupakan solusi yang termudah denan hasil
yang bisa langsung terlihat. Jika tidak dicoba kita tidak akan tahu
seberapa jauh efeknya. Jarak yang tidak ideal, flow process yang tidak
beraturan, menyebabkan moving time akan meningkat.
Ide kedua, yaitu material handling! Jika anda berpikiran memindahkan
barang degnan trolly secara manual masih lebih baik, saya akan berikan
alternatif solusinya.
1. Penggunaan kendaraan bermesin, bisa mobil pick up atau forklift, sesuai kebutuhan.
![]() |
Fork Lift |
2. Penggunaan Conveyor, ada beberapa
type, roller dan belt. Pada dasarnya penggunaan conveyor sangat-sangat
efektif dalam meminimalkan moving time.
![]() |
Aplikasi Conveyor di Warehouse |
3. Penggunaan Rel, barang dipindahkan
sepanjang lintasan rel, biasanya digunakan untuk memindahkan barang
dimana posisi antar barang tidak boleh bersentuhan secara ekstrem.
Misal, diproses painting komponen otomotif, industri pengolahan makanan,
dll.
![]() |
Aplikasi Rel dalam Moving Product |
4. Penggunaan Troley Automatis. Trolley
ini memiliki lintasan khusus yang berfungsi sebagai pengarah, jelas
penggunaan trolley ini lebih hemat orang, dan sangat presisi moving
timenya. Untuk jarak lintasan dalam gedung yang relatif panjang,
penggunaan alat ini sangat efektif.
![]() |
Automatic Trolly |
5. Penggunaan Roller Portable untuk Loading di Kontainer/proses stufing.
Alat bantu Roller ini sederhana, tapi sangat membantu dalam proses loading dan mengatur layout barang didalam Kontainer.
Alat bantu Roller ini sederhana, tapi sangat membantu dalam proses loading dan mengatur layout barang didalam Kontainer.
MINIMALKAN WAKTU TUNGGU / IDLE TIME
Ini merupakan prinsip dasar dari JIT, yaitu line balancing. Pada
prinsipnya adanya keseimbangan antar stasiun kerja. Di alinea pembuka
saya sduah tulis, ide dasar dari JIT yaitu memproduksi sesuatu yang
diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar jumlah yang diminta. Idle
Time terjadi karena adanya perbedaan kapasitas antar stasiun kerja,
sehingga terjadi produk menunggu di botle neck process. Jika kapasitas
stasiun kerja hanya 1000 pcs/day, buat apa proses sebelumnya membuat
2000 pcs/day item yang sama. Mengapa tidak dibagi untuk mengerjakan item
lainnya? Atau kerja saja ½ hari, sisanya dimanfaatkan ke stasiun kerja
lain yang lebih membutuhkan.
Anda mungkin akan jawab, lho kita kan memaksimalkan utilisasi mesin.
Pesan saya, tolong direview ulang, karena barang yang idle selain
menyebabkan ketidak seimbangan dalam kapasitas antar line. Permasalahan
quality akan terlambat terdeteksinya, disamping anda harus siapkan
area-area untuk Work In Process (WIP) ditengah stasiun kerja. Kalau ada
mesin yang trouble dan harus stop bagaimana ? kondisi ini pengecualian,
tapi tetap proses yang terhambat tadi harus menambah jam kerja mesin
untuk menghindari penumpukan. Sekedar sharing ya, ada beberapa
manufacture yang ekstrim menerapkan metode ini, jika ada mesin yang
trouble, maka seluruh rangkaian proses akan stop, dengan tujuan seluruh
orang yang terkait benar-benar fokus dalam perbaikan dan hasil setelah
perbaikan. Cara ini sangat bagus untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab,
team work, dan kepedulian pekerja terhadap proses dan produk. Meski pada
tahap-tahap awal akan berdampak sangat significant terhadap yield
produksi.
![]() |
Work In Process ( WIP ) |
MINIMALKAN WAKTU PENYIMPANAN
Ada 2 bagian yang terkait dengan aktivitas ini. Pertama Gudang Material, dan kedua Gudang produk jadi.
Gudang Material / bahan baku. Konsepnya sih sederhana, purchasing hanya
membeli bahan baku jika sudah ada PO dari customer, istilahnya make to
order (MTO), secara teoritis langkah ini benar, jika kita hanya membeli
barang yang pasti akan dibuat, pastinya turn over raw material akan
optimal dan berdampak pada inventory cost yang rendah bukan? Saya ambil
contoh, sistem ini jika benar-benar berjalan sangat besar manfaatnya
jika diterapkan dalam industri pengolahan makanan, bahan baku daging
harus disimpan dalam cold room, inventory costnya sangat tinggi,
konsumsi daya listrik untuk mensuplai mesin-mesin pendingin akan
bertambah seiring dengan lama simpan raw meat didalam cold storage. Biaya penyimpanan ini setiap tahun umumnya mencapai sekitar 20 – 40% dari harga barang (Indrajit, R,E., Djokopranoto,R., Manajemen Persediaan, 2003, Gramedia, hal.3). Untuk itu diperlukan strategi atau manajemen inventory yang baik agar biaya persediaan optimum.
( Link : http://www.dedylondong.blogspot.com/2012/04/memahami-fungsi-ppic-production.html )
( Link : http://www.dedylondong.blogspot.com/2012/04/memahami-fungsi-ppic-production.html )
Ternyata aplikasinya tidak sesederhana teorinya. Apakah purchasing
menjamin delivery material akan tepat waktu? Bagaimana jika impor?
Bagaimana jika material kembali ke suplier karena Not OK ? Bagaimana
jika quantity material yang terkirim partial ? Tidak ada yang sanggup
menjaminnya, disinilah pentingnya PPIC
dalam melakukan alokasi order dan mendorong fleksibilitas produksi.
Terlepas dari masalah-masalah suplier ini, hubungan antara perusahaan
dan suplier sebagai stakeholder harus sebaik mungkin. Delivery time
menjadi pertimbangan dalam penentuan Suplier, tentunya suplier lokal
akan lebih cepat delivery timenya dibanding impor. Tapi , lemahnya
industri – industri dasar di indonesia mengakibatkan beberapa bahan baku
harus impor. Apapun kesulitannya, konsep “beli material untuk produk
yang pasti terjual” masih lebih baik. Tinggal Marketing dan PPIC
menetapkan buffer stock untuk beberapa order fast moving, untuk
antisipasi hal-hal yang saya sebutkan diatas.
Gudang Produk Jadi. Ini menjadi target dari bagian Marketing, yaitu
menurunkan Level Inventory Finsih Good di area warehouse. Tidak ada cara
lain.
PENUTUP
Just in Time lebih dari sebuah metode atau prosedure baku dimana
semangat Continous Improvement merupakan pokoknya. Di akhir artikel,
perkenankan saya melampirkan tabel perbandingan antara filosofi JIT dan
Tradisional.

articel copas from http://www.dedylondong.blogspot.com/2012/07/memahami-just-in-time-jit.html#more
0 komentar:
Posting Komentar